***
Klinik Psikologi “Sehati” sepi ketika Lina masuk untuk sesi mingguannya.
“Bagaimana minggu ini?” tanya dr. Anindya, terapisnya.
Lina memilin ujung bajunya. “Sama. Serangan panik masih datang. Dan … aku berbohong lagi ke keluarga.”
“Bisakah kamu ceritakan apa yang membuatmu takut jujur pada mereka?”
“Stigma, Dok. Di keluarga kami, gangguan mental itu dianggap aib. Kata Ayah, itu hanya alasan orang malas.” Air mata menetes di pipinya. “Aku takut mereka akan melihatku berbeda … atau lebih buruk, menganggapku gila.”
Dr. Anindya mengangguk paham. “Lina, penyakit mental sama nyatanya dengan penyakit fisik. Kamu tidak memilih untuk merasa seperti ini.”