***
Keesokan harinya, keluarga berkumpul di ruang tamu. Lina menggenggam tangan Rian erat-erat.
“Aku … aku perlu mengatakan sesuatu.” Suara Lina bergetar. “Selama setahun terakhir, aku berjuang melawan gangguan kecemasan dan depresi.”
Ibu langsung beringsut mendekat. “Kenapa tidak bilang dari dulu?”
“Karena aku malu! Aku takut kalian akan menganggapku lemah!” Lina menjerit, semua emosi yang terpendam meluap.
Ayah terdiam lama. Lalu, dengan gerakan lambat, ia meraih album foto. “Lihat ini,” katanya membuka halaman tertentu. Foto seorang wanita muda tersenyum. “Tante Sari. Dia juga berjuang seperti kamu. Dulu keluarga kita salah paham … sampai dia pergi untuk selamanya.”
Mata Ayah berkaca-kaca. “Aku tidak ingin kehilanganmu seperti kehilangan dia.”