Sementara soal pemasaran, ia terbantu karena sudah ada pengepul atau “bos” yang rutin mengambil hasil produksi. Masalah bahan baku juga sering menghantui, melinjo sebagai bahan utama biasanya didatangkan dari Enggano. Ketika pasokan tersendat, produksi pun ikut terhenti.
“Waktu Enggano kemarin tidak bisa masuk ke Bengkulu, usaha sempat berhenti. Tapi sekarang alhamdulillah sudah ada di Bengkulu Utara,” kata Rasmawati.
Meski begitu, emping Rasmawati mendapat sambutan positif dari masyarakat Bengkulu. Banyak warga bahkan ikut membantu proses produksi, terutama para ibu rumah tangga yang memanfaatkan waktu luang.
“Kalau melinjo lama tidak diketok bisa busuk, jadi memang butuh banyak yang membantu,” jelasnya.
Dalam sehari, produksi emping bisa mencapai 1.000 keping jika tenaga kerja mencukupi. Emping dijual dengan harga Rp4.000 per ikat isi sepuluh keping. Semua proses masih dikerjakan manual, dengan cara tradisional yang menjaga cita rasa khasnya.